HUBUNGAN FILSAFAT DENGAN ILMU
PENGETAHUAN
SEBELUM MASUKNYA TEKNOLOGI
(Makalah Sejarah Pemikiran Modern)
Oleh
:
BENEDEKTA
MAY INDRASARI
1013033028
Program
Studi Pendidikan Sejarah
Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas
Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas
Lampung
2012
Hubungan Filsafat Dengan Ilmu
Pengetahuan Sebelum Masuknya Teknologi
Hubungan
antara filsafat dengan ilmu pengetahuan, oleh Louis Kattsoff dikatakan: Bahasa
yang pakai dalam filsafat dan ilmu pengetahuan dalam beberapa hal saling
melengkapi. Hanya saja bahasa yang dipakai dalam filsafat mencoba untuk
berbicara mengenai ilmu pengetahuan, dan bukanya di dalam ilmu pengetahuan.
Namun, apa yang harus dikatakan oleh seorang ilmuwan mungkin penting pula bagi
seorang filsuf. Pada bagian lain dikatakan: Filsafat dalam usahanya mencari
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan pokok yang kita ajukan harus memperhatikan
hasil-hasil ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dalam usahanya menemukan rahasia
alam kodrat haruslah mengetahui anggapan kefilsafatan mengenai alam kodrat tersebut.
Filsafat mempersoalkan istilah-istilah terpokok dari ilmu pengetahuan dengan
suatu cara yang berada di luar tujuan dan metode ilmu pengetahuan. Dalam
hubungan ini Harold H. Titus menerangkan: Ilmu pengetahuan mengisi filsafat
dengan sejumlah besar materi yang faktual dan deskriptif, yang sangat perlu
dalam pembinaan suatu filsafat. Banyak ilmuwan yang juga filsuf. Para filsuf
terlatih di dalam metode ilmiah, dan sering pula menuntut minat khusus dalam
beberapa ilmu sebagai berikut:
1. Historis, mula-mula filsafat identik dengan ilmu pengetahuan, sebagaimana
juga filsuf identik dengan ilmuwan.
2.
Objek material ilmu adalah alam dan manusia. Sedangkan objek material filsafat
adalah alam, manusia dan ketuhanan.
Bedanya
filsafat dengan ilmu-ilmu lain.
1) Filsafat
menyelidiki, membahas, serta memikirkan seluruh alam kenyataan, dan menyelidiki
bagaimana hubungan kenyataan satu sama lain. Jadi ia memandang satu kesatuan
yang belum dipecah-pecah serta pembahasanya secara kesuluruhan. Sedangkan
ilmu-ilmu lain atau ilmu vak menyelidiki hanya sebagian saja dari alam maujud
ini, misalnya ilmu hayat membicarakan tentang hewan, tumbuh-tumbuhan dan
manusia; ilmu bumi membicarakan tentang kota, sungai, hasil bumi dan
sebagainya.
2) Filsafat tidak saja menyelidiki tentang
sebab-akibat, tetapi menyelidiki hakikatnya sekaligus. Sedangkan ilmu vak
membahas tentang sebab dan akibat suatu peristiwa.
3) Dalam pembahasannya filsafat menjawab
apa ia sebenarnya, dari mana asalnya, dan hendak ke mana perginya. Sedangkan
ilmu vak harus menjawab pertanyaan bagaimana dan apa sebabnya. Sebagian orang
menganggap bahwa filsafat merupakan ibu dari ilmu-ilmu vak. Alasannya ialah
bahwa ilmu vak sering menghadapi kesulitan dalam menentukan batas-batas
lingkungannya masing-masing. Misalnya batas antara ilmu alam dengan ilmu hayat,
antara sosiologi dengan antropologi. Ilmu-ilmu itu dengan sendirinya sukar
menentukan batas-batas masing-masing. Suatu instansi yang lebih tinggi, yaitu
ilmu filsafat, itulah yang mengatur dan menyelesaikan hubungan dan perbedaan
batas-batas antara ilmu-ilmu vak tersebut.
Filsafat
adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu, dengan mencari
sebab-sebab terdalam, berdasarkan kekuatan pikiran manusia sendiri. Ilmu
pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan mengenai suatu hal tertentu (objek atau
lapangannya), yang merupakan kesatuan yang sistematis, dan memberikan
penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan dengan menunjukkan sebab-sebab hal
itu. Jadi berarti ada metode, ada sistem, ada satu pandangan yang dipersatukan
(memberi sintesis), dan yang dicari ialah sebab-sebabnya.
Demikian
filsafat mempunyai metode dan sistem sendiri dalam usahanya untuk mencari
hakikat dari segala sesuatu, dan yang dicari ialah sebab-sebab yang terdalam.
Ilmu-ilmu pengetahuan dirinci menurut lapangan atau objek dan sudut pandangan.
Objek dan sudut pandangan filsafat disebut juga dalam definisinya, yaitu
"segala sesuatu". Lapangan filsafat sangat jelas; ia meliputi segala
apa yang ada. Pertanyaan-pertanyaan kita itu mengenai kesemuanya yang ada, tak
ada yang dikecualikan. Hal-hal yang tidak kentara pun (seperti jiwa manusia,
kebaikan, kebenaran, bahkan Tuhan sendiri pun) dipersoalkan. Lapangan yang
sangat luas ini nanti kita bagi-bagi ke dalam beberapa lapangan pokok.
Dalam
sejarah filsafat Yunani, filsafat mencakup
seluruh bidang ilmu pengetahuan.
Lambat laun banyak ilmu-ilmu khusus yang melepaskan diri dari filsafat.
Meskipun demikian, filsafat dan ilmu pengetahuan masih memiliki hubungan dekat.
Sebab baik filsafat maupun ilmu pengetahuan sama-sama pengetahuan yang metodis,
sistematis, koheren dan mempunyai obyek
material dan formal.
Yang
membedakan diantara keduanya adalah: filsafat mempelajari seluruh realitas, sedangkan ilmu pengetahuan hanya
mempelajari satu realitas atau bidang tertentu.
Filsafat
adalah induk semua ilmu pengetahuan. Dia memberi sumbangan dan peran sebagai
induk yang melahirkan dan membantu mengembangkan ilmu pengetahuan hingga ilmu
pengetahuan itu itu dapat hidup dan berkembang.
Filsafat
membantu ilmu pengetahuan untuk bersikap rasional dalam mempertanggungjawabkan
ilmunya. Pertanggungjawaban secara rasional di sini berarti bahwa setiap
langkah langkah harus terbuka terhadap
segala pertanyaan dan sangkalan dan harus dipertahankan secara argumentatif,
yaitu dengan argumen-argumen yang obyektif (dapat dimengerti secara
intersuyektif).
a. Filsafat dan Ilmu Pengetahuan.
Ilmu
Sejarah telah dapat membuktikan tentang pengungkapan ilmiah manusia yang sangat
menonjol di dunia adalah di zaman Yunani Kuno (abad IV dan V S.M). Bangsa
Yunani ditakdirkan Allah sebagai manusia yang mempunyai akal jernih. Bagi
mereka ilmu itu adalah suatu keterangan rasional tentang sebab-musabab dari
segala sesuatu didunia ini. Dunia adalah kosmos yang teratur dengan aturan
kausalitas yang bersifat rasional. Demikianlah tiga dasar yang menguasai ilmu
orang Yunani pada waktu itu, yaitu: Kosmos, Kausalitas dan Rasional.
Pada
hakikatnya kelahiran cara berfikir ilmiah itu merupakan suatu revolusi besar
dalam dunia ilmu pengetahuan, karena sebelum itu manusia lebih banyak berpikir
menurut gagasan-gagasan magi dan mitologi yang bersifat gaib dan tidak
rasional.
Dengan
berilmu dan berfilsafat manusia ingin mencari hakikat kebenaran daripada segala
sesuatu Dalam berkelana mencari pengetahuan dan kebenaran itu menusia pada
akhirnya tiba pada kebenaran yang absolut atau yang mutlak yaitu ‘Causa Prima’
daripada segala yang ada yaitu Allah Maha Pencipta, Maha Besar, dan mengetahui.
Oleh
karena itu kita setuju apabila disebutkan bahwa manusia itu adalah mahluk pencari
kebenaran. Di dalam mencari kebenaran itu manusia selalu bertanya.
Dalam
kenyataannya makin banyak manusia makin banyaklah pertanyaan yang timbul.
Manusia ingin mengetahui perihal sangkanparannya, asal mula dan tujuannya,
perihal kebebasannya dan kemungkinan-kemungkinannya. Dengan sikap yang demikian
itu manusia sudah menghasilkan pengetahuan yang luas sekali yang secara
sistematis dan metodis telah dikelompokan kedalam berbagai disiplin keilmuwan.
Namun demikian karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka sejumlah
besar pertanyaan tetap relevan dan aktual seperti yang muncul pada ribuan tahun
yang lalu, yang tidak terjawab oleh Ilmu pengetahuan seperti antara lain:
tentang asal mula dan tujuan manusia, tentang hidup dan mati, tentang hakikat
manusia sebagainya.
Ketidakmampuan
Ilmu pengetahuan dalam menjawab sejumlah pertanyaan itu, maka Filasafat tempat
menampung dan mengelolahnya. Filsafat adalah ilmu yang tanpa batas, tidak hanya
menyelidiki salah satu bagian dari kenyataan saja, tetapi segala apa yang
menarik perhatian manusia.
b. Definisi Ilmu Pengetahuan dan
Filsafat
J.
Arthur Thompson dalam bukunya” An Introducation to Science” menuliskan bahwa
ilmu adalah diskripsi total dan konsisten dari fakta-fakta empiri yang
dirumuskan secara bertanggung jawab dalam istilah- istilah yang sederhana
mungkin.
Untuk
menjelaskan perbedaan antara Ilmu Pengetahuan dan Filsafat, baiklah dikemukakan
rumusan Filsafat dari filsuf ulung Indonesia Prof. DR. N. Driyarkara S.Y., yang
mengatakan “Filsafat adalah pikiran manusia yang radikal, artinya yang dengan
mengesampingkan pendirian-pendirian dan pendapat- pendapat yang diterima saja,
mencoba memperlihatkan pandangan yang merupakan akar dari lain-lain pandangan
dan sikap praktis. Jika filsafat misalnya bicara tentang masyarakat, hukum,
sisiologi, kesusilaan dan sebagainya, di satu pandangan tidak diarahkan ke
sebab-sebab yang terdekat, melainkan ‘ke’mengapa’ yang terakhir sepanjang
kemungkinan yang ada pada budi manusia berdasarkan kekuatannya itu.
“Filsafat
adalah ilmu Pengetahuan dan Teknologi, filsafat tidak memperlihatkan banyak
kemajuan dalam bidang penyelidikan. Ilmu pengetahuan dan Teknologi bahkan
melambung tinggi mencapai era nuklir dan sudah diambang kemajuan dalam
mempengaruhui penciptaan dan reproduksi manusia itu sendiri dengan revolusi
genitika yang bermuara pada bayi tabung I di Inggris serta diambang kelahiran
kurang lebih 100 bayi tabung yang sudah hamil tua.
Di
satu pihak fakta yang tak dapat dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat
berutang kepada ilmu pengetahuan dan teknologi, berupa penciptaan sarana yang
memudahkan pemenuhan kebutuhan manusia untuk hidup sesuai dengan kodratnya.
Inilah dampak positifnya disatu pihak sedangkan dipihak lainnya bdampak
negatifnya sangat menyedihkan.
Bahwa
ilmu yang bertujuan menguasai alam, sering melupakan faktor eksitensi manusia,
sebagai bagian daripada alam, yang merupakan tujuan pengembangan ilmu itu
sendiri kepada siapa manfaat dan kegunaannya dipersembahkan. Kemajuan ilmu
teknologi bukan lagi meningkatkan martabat manusia itu, tetapi bahkn harus
dibayar dengan kebahagiaannya. Berbagai polusi dan dekadensi dialami peradaban
manusia disebabkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu. Dalam usahanya
pendidikan keilmuwan bukanlah semata-mata ditujukan untuk menghasilkan ilmuwan
yang pandai dan trampil, tetapi juga bermoral tinggi.
Untuk
menerangkan selanjutnya hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan, baiklah
dikemukakan pendapat Aristoteles tentang abstraksi. Menurut beliau pemekiran
manusia melampaui 3 jenis abstraksi (kata Latin ‘abstrahere’ yang
berarti
menjauhkan diri, mengambil dari).
Dari
setiap jenis abstraksi itu menghasilkan satu jenis pengetahuan yaitu :
1)
pengetahuan fisis
2)
pengetahuan matematis,
3)
pengetahuan teologis.
a. Pengetahuan
Fisis
Dalam
kenyataannya manusia mulai berpikir bila ia mengamati, mengobservasi sesuatu.
Faktor keheranan, kesangsian dan kesadaran akan keterbatasan manusia barulah
timbul setelah pengamatan atau observasi lebih dahulu. Peranan ratio atau akal
budi manusia melepaskan (mengabstrahir) dari pengamatan inderawi suatu
segi-segi tertentu yaitu materi yang dapat dirasakan ratio atau akal budi
manusia bersama dengan materi yang 'abstrak' itu menghasilkan pengetahuan yang
disebut "fisika' (dari kataYunani 'Physos' = alam).
b. pengetahuan Matematis atau Matesis
Selanjutnya
manusia masih mempunyai kemampuan untuk dapat mengabstrahir atau melepaskan
lebih banyak lagi Bahwa kita dapat melepaskan materi yang kelihatan dari semua
perubahan yang terjadi.
Hal
ini dapat terjadi bila ratio atau akal budi manusia dapat melepaskan dari
materi hanya segi yang dapat dimengerti saja. Dengan kemampuan abstraksi ini
manusia dapatlah menghitung dan mengukur, karena perbuatan menghitung. dan
mengukur itu mungkin lebih dari semua gejala dan semua perubahan dengan menutup
indera mata Adapun jenis pengetahuan yang dihasilkan oleh abstraksi ini disebut
'matesis' (matematika) (kata Yunani'mathesist = pengetahuan ilmu).
c. Pengetahuan
Teologis atau Filsafat Pertama
Pada
tahap terakhir manusia juga dapat mengabstrahir dari semua materi, baik materi
yang dapat diamati, maupun yang dapat diketahui. Apabila manusia berpikir
tentang keseluruhan realitas tentang sangkanparannya (asal mula dan tujuannya),
tentang jiwa manusia, tentang cita dan citranya, tentang realitas yang paling
luhur, tentang Tuhan, maka berarti tidak hanya terbatas pada bidang fisika saja
tetapi juga bidang matematika yang sudah ditinggalkannya. Di sini terbukti
bahwa semua jenis pengamatan tidak berguna. lagi Adapun jenis berpikir ini
disebut 'teologi' atau filsafat pertama,
Sesuai
dengan tradisi setelah Aristoteles pengetahuan jenis ketiga ini, disebut
'rnetafisika, bidang yang datang setelah (meta') fisika. Menurut Aristoteles
baik bidang metafisika, bidang matematika maupun bidang fisika, masih merupakan
kesatuan yang keseluruhannya disebut ’filsafat' atau metafisika.
2)
Pikiran atau ratio manusia, melalui penalaran analitik dan non-analitik. Dalam
pikiran manusia ini lahirlah pengetahuan yang pertama beberapa ribu tahun yang
lalu yaitu filsafat. Dalam usaha menjawab tantangan hidup manusia maka fase
berikutnya lahirlah Ilmu-ilmu Alam (Natural Philosophy) dan Ilmu-ilmu Sosial
(Moral philosophy).
Ilmu
merupakan kumpulan pengetahuan yang telah teruji kebenarannya secara empiris.
Batas penjelajahan ilmu sempit sekali, hanya sepotong atau sekeping saja dari
sekian permasalahan kehidupan manusia, bahkan dalam batas pengalaman manusia
itu, ilmu hanya berwenang menentukan benar atau salahnya suatu pernyataan.
Demikian pula tentang baik buruk, semua itu (termasuk ilmu) berpaling kepada
sumber-sumber moral (filsafat Etika), tentang indah dan jelek (termasuk ilmu)
semuanya berpaling kepada pengkajian filsafat Estetika.
Ilmu
tanpa (bimbingan moral) agama adalah buta ”, demi kian kata tokoh Einstein.
Kebutuaan moral dari ilmu itu mungkin membawa kemanusiaan kejurang malapetaka.
Relativitas
atau kenisbian ilmu pengetahuan bermuara kepada filsafat dan relativitas atau
kenisbian ilmu pengatahuan serta filsafat bermuara kepada agama.
Filsafat
ialah ’ ilmu istimewa’ yang mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak dapat
dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa karena masalah-masalah itu berada di luar
atau di atas jangkauan ilmu pengetahuan biasa. Filsafat adalah hasil daya upaya
manusia dengan akal budinya untuk dapat memahami dan mendalami secara radikal
integral daripada segala sesuatu yang ada mengenai :
a.
Hakikat Tuhan
b.
Hakikat alam semesta, dan
c.
Hakikat manusia termasuk sikap manusia terhadap hal tersebut sebagai
konsekuensi logis daripada pahamnya tersebut.
Adapun
titik perbedaanya adalah sebagai berikut :
a.
Ilmu dan filsafat adalah hasil dari sumber yang sama yaitu : ra’yu (akal, budi,
ratio, reason, nous, rede, ver nunft) manusia. Sedangkan agama bersumber dari
Wahyu Allah.
b.
Ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan jalan penyeledikan, pengalaman
(empiri) dan percobaan (eksperimen) sebagai batu ujian. Filsafat menghampiri
kebenaran dengan cara mengelanakan atau mengembarakan akal budi secara redikal
(mengakar), dan integral (menyeluruh) serta universal (mengalam),tidak merasa
terikat oleh ikatan apapun, kecuali ikatan tangannya sendiri yang disebut
’logika’ Manusia dalam mencari dan menemukan kebenaran dengan dan dalam agama
dengan jalan mempertanyakan pelbagi masalah asasi dari suatu kepada kitab Suci,
kondifikasi Firman Allah untuk manusia di permukaan planet bumi ini.
Kebenaran
ilmu pengetahuan ialah kebenaran positif, kebenaran filsafat ialah kebenaran
spekulatif (dugaan yang tak dapat dibuktikan secara empiri, riset, eksperimen).
Kebenaran ilmu pengetahuan dan filsafat keduanya nisbi (relatif).
Dengan
demikian terungkaplah bahwa manusia adalah mahluk pencari kebenaran. Di dalam
mencari, menghampiri dan menemukan kebenaran itu terdapat tiga buah jalan yang
ditempuh manusia yang sekaligus merupakan institut kebenaran yaitu : Ilmu,
filsafat dan Agama.
Gerard
Beekman dalam bukunya (1973) filsafat, para filsuf, berfilsafat menyatakan
bahwa filsafat memainkan peranan dalam hubungannya dengan semua ilmu
pengetahuan. Filsafat tidak harus mengirim imformasi dari sisi ilmu
pengetahuan, tapi harus memberikan ilmu
pengetahuan.
Pola
hubungan antara ilmu dan filsafat. Pola relasi ini dapat berbentuk persamaan
antara ilmu dan filsafat, terdapat juga perbedaan diantara keduanya. Di zaman
Plato, bahkan sampai masa al Kindi,
batas antara filsafat dan ilmu pengetahuan boleh disebut tidak ada. Seorang
filosof pasti menguasi semua ilmu. Tetapi perkembangan pikir manusia yang
mengembangkan filsafat pada tingkat praksis, berujung pada loncatan ilmu
dibandingkan dengan loncatan filsafat. Meski ilmu lahir dari filsafat, tetapi
dalam daya perkembangan berikut, perkembangan ilmu pengetahuan yang didukung
dengan kecanggihan teknologi, telah mengalahkan perkembangan filsafat. Wilayah
kajian filsafat bahkan seolah lebih sempit dibandingkan dengan masa awal
perkembangannya, dibandingkan dengan wilayah kajian ilmu. Oleh karena itu,
tidak salah jika kemudian muncul suatu anggapan bahwa untuk saat ini, filsafat
tidak lagi dibutuhkan bahkan kurang relevan dikembangkan ole manusia. Sebab
manusia hari ini mementingkan ilmu yang sifatnya praktis dibandingkan dengan
filsafat yang terkadang sulit “dibumikan”. Tetapi masalahnya betulkah demikian?
Ilmu telah menjadi sekelompok pengetahuan yang terorganisir dan tersusun secara
sistematis. Tugas ilmu menjadi lebih luas, yakni bagaimana ia mempelajari
gejala-gejala sosial lewat observasi dan eksperimen.
Keinginan-keinginan
melakukan observasi dan eksperimen sendiri, dapat didorong oleh keinginannya
untuk membuktikan hasil pemikiran filsafat yang cenderung Spekulatif ke dalam
bentuk ilmu yang praktis. Dengan demikian, ilmu pengetahuan dapat diartikan
sebagai keseluruhan lanjutan sistem pengetahuan manusia yang telah dihasilkan
oleh hasil kerja filsafat kemudian dibukukan secara sistematis dalam bentuk
ilmu yang terteoritisasi.
Kebenaran
ilmu dibatasi hanya pada sepanjang pengalaman dan sepanjang pemikiran,
sedangkan filsafat menghendaki pengetahuan yang koprehensif, yakni; yang luas,
yang umum dan yang universal (menyeluruh) dan itu tidak dapat diperoleh dalam
ilmu. Lalu jika demikian, dimana saat ini filsafat harus ditempatkan?
Menurut
Am. Saefudin, filsafat dapat ditempatkan pada posisi maksimal pemikiran manusia
yang tidak mungkin pada taraf tertentu dijangkau oleh ilmu. Menafikan kehadiran
filsafat, sama artinya dengan melakukan penolakan terhadap kebutuhan riil dari
realitas kehidupan manusia yang memiliki sifat untuk terus maju.
Ilmu
dapat dibedakan dengan filsafat. Ilmu bersifat pasteriori. Kesimpulannya
ditarik setelah melakukan pengujian-pengujian secara berulang-ulang. Untuk
kasus tertentu, ilmu bahkan menuntut untuk diadakannya percobaan dan pendalaman
untuk mendapatkan esensinya. Sedangkan filsafat bersifat priori, yakni;
kesimpulan-kesimpulannya ditarik tanpa pengujian. Sebab filsafat tidak
mengharuskan adanya data empiris seperti dimiliki ilmu. Karena filsafat
bersifat spekulatif dan kontemplatif yang ini juga dimiliki ilmu.
Kebenaran
filsafat tidak dapat dibuktikan oleh filsafat itu sendiri, tetapi hanya dapat
dibuktikan oleh teori-teori keilmuan melalui observasi dan eksperimen atau
memperoleh justifikasi kewahyuan. Dengan demikian, tidak setiap filosof dapat
disebut sebagai ilmuan, sama seperti tidak semua ilmuwan disebut filosof. Meski
demikian aktifitas berpikir. Tetapi aktivitas dan ilmuwan itu sama, yakni
menggunakan aktifitas berpikir filosof. Berdasarkan cara berpikir seperti itu,
maka hasil kerja filosofis dapat dilanjutkan oleh cara kerja berfikir ilmuwan.
Hasil kerja filosofis bahkan dapat menjadi pembuka bagi lahirnya ilmu. Namun
demikian, harus juga diakui bahwa tujuan akhir dari ilmuwan yang bertugas
mencari pengetahuan, sebagaimana hasil analisa Spencer, dapat dilanjutkan oleh
cara kerja berpikir filosofis.
Di
samping sejumlah perbedaan tadi, antara ilmu dan filsafat serta cara kerja
ilmuwan dan filosofis, memang mengandung sejumlah persamaan, yakni sama-sama
mencari kebenaran. Ilmu memiliki tugas melukiskan, sedangkan filsafat bertugas
untuk menafsirkan kesemestaan.
Aktivitas
ilmu digerakkan oleh pertanyaan bagaimana menjawab pelukisan fakta. Sedangkan
filsafat menjawab atas pertanyaan lanjutan bagaimana sesungguhnya fakta itu,
dari mana awalnya dan akan kemana akhirnya.
Berbagai
gambaran di atas memperlihatkan bahwa filsafat di satu sisi dapat menjadi
pembuka bagi lahirnya ilmu pengetahuan, namun di sisi yang lainnya ia juga
dapat berfungsi sebagai cara kerja akhir ilmuwan.
Filsafat yang sering disebut sebagai induk
ilmu pengetahuan (mother of science) dapat menjadi pembuka dan sekaligus ilmu
pamungkas keilmuan yang tidak dapat diselesaikan oleh ilmu. Kenapa demikian?
Sebab filsafat dapat merangsang lahirnya sejumlah keinginan dari temuan
filosofis melalui berbagai observasi dan eksperimen yang melahirkan berbagai
pencabangan ilmu.
Realitas
juga menunjukan bahwa hampir tidak ada satu cabang ilmu yang lepas dari
filsafat atau serendahnya tidak terkait dengan persoalan filsafat. Bahkan untuk
kepentingan perkembangan ilmu itu sendiri, lahir suatu disiplin filsafat untuk
mengkaji ilmu pengetahuan, pada apa yang disebut sebagai filsafat pengetahuan,
yang kemudian berkembang lagi yang melahirkan salah satu cabang yang disebut
sebagai filsafat ilmu.